BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Istilah ektopik berasal dari bahasa Inggris, ectopic, dengan akar kata
dari bahasa Yunani, topos yang berarti tempat. Jadi istilah ektopik dapat
diartikan “berada di luar tempat yang semestinya”. Apabila pada kehamilan
ektopik terjadi abortus atau pecah, dalam hal ini dapat berbahaya bagi wanita
hamil tersebut maka kehamilan ini disebut kehamilan ektopik terganggu.
Kehamilan ektopik adalah kehamilan dengan implantasi terjadi diluar
rongga uterus, tuba falopii merupakan tempat tersering untuk terjadinya
implantasi kehamilan ektopik,sebagian besar kehamilan ektopik berlokasi di
tuba,jarang terjadi implantasi pada ovarium,rongga perut,kanalis servikalis
uteri,tanduk uterus yang rudimenter dan divertikel pada uterus.(Sarwono
Prawiroharjho, 2005)
Kehamilan ektopik adalah kehamilan dengan implantasi terjadi di luar
rongga uterus. Tuba fallopi merupakan tempat tersering untuk terjadinya
implantasi kehamilan ektopik (lebih besar dari 90 %). (Maryunanni Anik Yulianingsih.
2009)
Kehamilan ektopik adalah
kehamilan dengan implantasi terjadi di luar rongga uterus (Panduan Praktis
Pelayanan Kesehatan Meternal dan Neonatal, 2001).
Kehamilan ektopik adalah kehamilan yang di
tandai dengan terjadinya implantasi di luar endometrium kavum uteri setelah
fertilisasi (Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, 2001).
2.2 Etiologi
Etiologi kehamilan ektopik terganggu telah banyak diselidiki, tetapi
sebagian besar penyebabnya tidak diketahui. Trijatmo
Rachimhadhi dalam bukunya menjelaskan beberapa faktor yang berhubungan
dengan penyebab kehamilan ektopik terganggu:
1.Faktor
mekanis
Hal-hal yang
mengakibatkan terhambatnya perjalanan ovum yang dibuahi ke dalam kavum uteri,
antara lain:
-Salpingitis, terutama endosalpingitis yang menyebabkan aglutinasi silia
lipatan mukosa tuba dengan penyempitan saluran atau pembentukan kantong-kantong
buntu. Berkurangnya silia mukosa tuba sebagai akibat infeksi juga menyebabkan
implantasi hasil zigot pada tuba falopii.
-Adhesi peritubal setelah infeksi pasca abortus/ infeksi pasca nifas,
apendisitis, atau endometriosis, yang menyebabkan tertekuknya tuba atau
penyempitan lumen
-Kelainan pertumbuhan tuba, terutama divertikulum, ostium asesorius dan
hipoplasi. Namun ini jarang terjadi
-Bekas operasi tuba memperbaiki fungsi tuba atau terkadang kegagalan
usaha untuk memperbaiki patensi tuba pada sterilisasi
-Tumor yang merubah bentuk tuba seperti mioma uteri dan adanya benjolan
pada adneksia
-Penggunaan IUD
2. Faktor
Fungsional
-Migrasi eksternal ovum terutama pada kasus perkembangan duktus mulleri
yang abnormal
-Refluks menstruasi
-Berubahnya motilitas tuba karena perubahan kadar hormon estrogen dan
progesteron
3.Peningkatan
daya penerimaan mukosa tuba terhadap ovum yang dibuahi.
4.Hal lain
seperti; riwayat KET dan riwayat abortus induksi sebelumnya.
2.3 Klasifikasi
Sarwono Prawirohardjo dan Cuningham
masing-masing dalam bukunya mengklasifikasikan kehamilan ektopik berdasarkan
lokasinya antara lain:
1.Tuba
Fallopii
1) Pars-interstisialis
2) Isthmus
3) Ampula
4) Infundibulum
5) Fimbrae
2.Uterus
a) Kanalis servikalis
b) Divertikulum
c) Kornu
d) Tanduk rudimenter
3.Ovarium
4.Intraligamenter
5.Abdominal
a) Primer
b) Sekunder
6.Kombinasi
kehamilan dalam dan luar uterus.
2.4 Patofisiologi
Tempat-tempat implantasi kehamilan ektopik antara
lain ampula tuba (lokasi tersering, ismust, fimbriae, pars interstisialis,
kornu uteri, ovarium, rongga abdomen, serviks dan ligamentum kardinal. Zigot
dapat berimplantasi tepat pada sel kolumnar tuba maupun secara intercolumnar.
Pada keadaan yang pertama, zigot melekat pada ujung atau sisi jonjot,
endosalping yang relative sedikit mendapat suplai darah, sehingga zigot mati
dan kemudian di reabsorbsi.
Pada implantasi
interkolumnar, zigot menempel diantara dua jonjot. Zigot yang telah bernidasi
kemudian tertutup oleh jaringan endosalping yang menyerupai desidua, yang
disebut pseudokapsul. Villi korialis dengan mudah menembus endosalping dan
mencapai lapisan miosalping dengan merusak integritas pembuluh darah di tempat
tersebut.
Selanjutnya, hasil
konsepsi berkembang dan perkembangannya tersebut di pengaruhi oleh beberapa
faktor, yaitu tempat implantasi,
ketebalan tempat implantasi dan banyaknya perdarahan akibat invasi trofoblas.
Seperti kehamilan
normal, uterus pada kehamilan ektopikpun mengalami hipertropi akibat pengaruh
hormon estrogen dan progesteron, sehingga tanda-tanda kehamilan seperti tanda
hegar dan Chadwick pun ditemukan. Endometriumpun berubah menjadi desidua,
meskipun tanpa trofoblas. Sel-sel epitel endometrium menjadi hipertropik,
hiperkromatik, intinya menjadi lobular dan sitoplasmanya bervakuola. Perubahan
selular demikian disebut sebagai reaksi Arias-Stella. Karena tempat pada
implantasi pada kehamilan ektopik tidak ideal untuk berlangsungnya kehamilan,
suatu saat kehamilan akan terkompromi.
Kemungkinan yang dapat terjadi pada kehamilan ektopik adalah :
a. hasil
konsepsi mati dini dan direabsorbsi
b. Abortus
kedalam lumen tuba
c. Ruptur
dinding tuba.
2.5
Manifestasi Klinis
Dikenal trias gejala klinik
KET, yaitu :
1. Amenorrhoe
Lamanya aminorea bervariasi dari beberapa hari sampai beberapa bulan.
Dengan aminorea terdapat hamil muda yaitu morning sicknes, mual-mual, perasaan
ngidam.
2. Nyeri Abdomen
Disebabkan kehamilan tuba yang pecah, rasa nyeri
dapat menjalar keseluruh abdomen tergantung perdarahan didalamnya. Bila
rangsangan darah dalam abdomen mencapai diafragma dapat terjadi nyeri di daerah
bahu.
3. Perdarahan
Terjadinya abortus atau rupture kehamilan tuba terdapat perdarahan
kedalam cavum abdomen dalam jumlah yang bervariasi.
Gejala lain yang dapa muncul
antara lain :
1. Syock
Hipovolemia
2. Nyeri
bahu dan leher
3. Nyeri
pada palpasi : perut penderita biasanya tegang dan agak gembung.
4. Nyeri
pada toucher
5.
Pembesaran Uterus
6. Tumor
dalam rongga panggul
7. Gangguan
berkemih
8.
Perubahan darah
2.6 Pemeriksaan Penunjang
Gejala-gejala
kehamilan ektopik terganggu beraneka ragam, sehingga pembuatan diagnosis
kadang-kadang menimbulkan kesulitan, khususnya pada kasus-kasus kehamilan
ektopik yang belum mengalami atau ruptur pada dinding tuba sulit untuk dibuat
diagnosis.
Berikut ini merupakan jenis pemeriksaan untuk membantu diagnosis
kehamilan ektopik:
1. HCG-β
Pengukuran subunit beta dari HCG-β (Human Chorionic Gonadotropin-Beta)
merupakan tes laboratorium terpenting dalam diagnosis. Pemeriksaan ini dapat
membedakan antara kehamilan intrauterin dengan kehamilan ektopik.
2.
Kuldosintesis
Tindakan kuldosintesis atau punksi Douglas. Adanya darah yang diisap
berwarna hitam (darah tua) biar pun sedikit, membuktikan adanya darah di kavum
Douglasi.
3. Dilatasi dan Kuretase
Biasanya kuretase dilakukan apabila sesudah amenore terjadi perdarahan
yang cukup lama tanpa menemukan kelainan yang nyata disamping uterus.
4.
Laparaskopi
Laparaskopi hanya digunakan sebagai alat bantu diagnosis terakhir
apabila hasil-hasil penilaian prosedur diagnostik lain untuk kehamilan ektopik
terganggu meragukan. Namun beberapa dekade terakhir alat ini juga dipakai untuk
terapi.
5.
Ultrasonografi
Keunggulan cara pemerikssan ini terhadap laparoskopi ialah tidak
invasif, artinya tidak perlu memasukkan rongga dalam rongga perut. Dapat
dinilai kavum uteri, kosong atau berisi, tebal endometrium, adanya massa di
kanan kiri uterus dan apakah kavum Douglas berisi cairan.
6. Tes
Oksitosin
Pemberian oksitosin dalam dosis kecil intravena dapat membuktikan adanya
kehamilan ektopik lanjut. Dengan pemeriksaan bimanual, di luar kantong janin
dapat diraba suatu tumor.
7. Foto
Rontgen
Tampak kerangka janin lebih tinggi
letaknya dan berada dalam letak paksa. Pada foto lateral tampak bagian-bagian
janin menutupi vertebra Ibu.
8.
Histerosalpingografi
Memberikan gambaran kavum uteri kosong dan lebih besar dari biasa, dengan
janin diluar uterus. Pemeriksaan ini dilakukan jika diagnosis kehamilan ektopik
terganngu sudah dipastikan dengan USG (Ultra Sono Graphy) dan MRI (Magnetic
Resonance Imagine) (1,4,8,15).
Trias klasik yang sering ditemukan adalah nyeri abdomen, perdarahan
vagina abnormal, dan amenore.
2.7 Penatalaksanaan
Penanganan
kehamilan ektropik pada umumnya adalalah laparotomi. Dalam tindakan demikian ,
beberapa hal harus diperhatikan dan dipertimbangkan, yaitu sebagai berikut.
1
Kondisi ibu pada saat itu.
2
Keinginan ibu untuk mempertahankan fungsi reproduksinya.
3
Lokasi kehamilan ektropik.
4
Kondisi anatomis organ pelvis.
5
Kemampuan teknik bedah mikro dokter.
6
Kemampuan teknologi fertilasi in vitro setempat.
Hasil
pertimbangan ini menentukan apakah perlu di lakukan salpingektomi pada
kehamilan tuba atau dapat dilakukan pembedahan konservatif. Apakah kondisi ibu
buruk, misalnya dalam keadaan syok, lebih baik di lakukan salpingektomi. Pada
kasus kehamilan ektropik di pars ampularis tuba yang belum pecah biasanya di
tangani dengan menggunakan kemoterapi untung menghindari tindakan pembedahan.
Karena
kehamilan ektopik dapat mengancam nyawa, maka deteksi dini dan pengakhiran
kehamilan adalah tatalaksana yang disarankan. Pengakhiran kehamilan dapat
dilakukan melalui:
1. Obat-obatan
Dapat
diberikan apabila kehamilan ektopik diketahui sejak dini. Obat yang digunakan
adalah methotrexate (obat anti kanker).
2. Operasi
Untuk
kehamilan yang sudah berusia lebih dari beberapa minggu, operasi adalah
tindakan yang lebih aman dan memiliki angka keberhasilan lebih besar daripada
obat-obatan. Apabila memungkinkan, akan dilakukan operasi laparaskopi.
Bila diagnosa
kehamilan ektopik sudah ditegakkan, terapi definitif adalah pembedahan :
Laparotomi: eksisi tuba yang berisi kantung kehamilan (salfingo-ovarektomi) atau insisi
longitudinal pada tuba dan dilanjutkan dengan pemencetan agar kantung kehamilan
keluar dari luka insisi dan kemudian luka insisi dijahit kembali.
Laparoskop: untuk mengamati tuba falopii dan bila mungkin
lakukan insisi pada tepi superior dan kantung kehamilan dihisap keluar tuba.
Operasi Laparoskopik : Salfingostomi
Bila tuba
tidak pecah dengan ukuran kantung kehamilan kecil serta kadar β-hCG rendah maka
dapat diberikan injeksi methrotexatekedalam kantung gestasi dengan harapan
bahwa trofoblas dan janin dapat diabsorbsi atau diberikan injeksi methrotexate
50 mg/m3 intramuskuler.
Syarat
pemberian methrotexate pada kehamilan ektopik:
1.
Ukuran kantung kehamilan
2.
Keadaan umum baik (“hemodynamically
stabil”)
- Tindak lanjut (evaluasi) dapat dilaksanakan dengan baik
Keberhasilan
pemberian methrotexate yang cukup baik bila :
1.
Masa tuba
2. Usia kehamilan
3. Janin mati
4. Kadar β-hCG
Kontraindikasi
pemberian Methrotexate :
1.
Laktasi
2. Status Imunodefisiensi
3. Alkoholisme
4. Penyakit ginjal dan hepar
5. Diskrasia darah
6. Penyakit paru aktif
7. Ulkus peptikum
Pasca terapi
konservatif atau dengan methrotexate, lakukan pengukuran serum hCG setiap
minggu sampai negatif. Bila perlu lakukan “second
look operation”.
Etiologi : Mekanis & Fungsional
|
|
2.8 WOC
2.9 Komplikasi
1. Pada
pengobatan konservatif, yaitu jika rupture tuba telah lama berlangsung (4-6
minggu), terjadi perdarahan ulang (recurrent bledding). Ini merupakan indikasi
operasi.
2. Infeksi
3. Sub-ileus karena massa pelvis
4. Sterlitas
2.10 ASUHAN KEPERAWATAN
A.
Pengkajian
1.
Anamnesis dan gejala klinis
a.
Riwayat terlambat haid
b.
Gejala dan tanda kehamilan muda
c.
Dapat ada atau tidak ada perdarahan per vaginan
d.
Terdapat aminore
e.
Ada nyeri mendadak di sertai rasa nyeri bahu dan seluruh abdomen,
terutama abdomen bagian kanan / kiri bawah
f.
Berat atau ringannya nyeri tergantung pada banyaknya darah yang
terkumpul dalam peritoneum.
g.
Pemeriksaan fisik
2.
Inspeksi
Mulut : bibir pucat
Payudara : hyperpigmentasi, hipervaskularisasi,
simetris
Abdomen : terdapat pembesaran abdomen.
Genetalia : terdapat perdarahan pervaginam
Ekstremitas :
dingin
3.
Palpasi
- Abdomen : uterus teraba lembek, TFU lebih kecil
daripada UK, nyeri tekan, perut teraba tegang, messa pada adnexa.
- Genetalia : Nyeri
goyang porsio, kavum douglas menonjol.
4.
Auskultasi
- Abdomen : bising usus (+), DJJ (-)
5.
Perkusi
- Ekstremitas : reflek patella + / +
6.
Pemeriksaan fisik umum:
a.
Pasien tampak anemis dan sakit
b.
Didapatkan rahim yang juga membesar, adanya tumor di daerah adneksa.
c.
Kesadaran bervariasi dari baik sampai koma tidak sadar.
d.
Daerah ujung (ekstremitas) dingin
e.
Adanya tanda-tanda syok hipovolemik, yaitu hipotensi, pucat, adanya
tanda-tanda abdomen akut, yaitu perut tegang bagian bawah, nyeri tekan dan
nyeri lepas dinding abdomen.
f.
Pemeriksa nadi meningkat, tekanan darah menurun sampai syok
g.
Pemeriksaan abdomen: perut kembung, terdapat cairan bebas darah, nyeri
saat perabaan.
h.
Pemeriksaan khusus:
h.
Nyeri goyang pada pemeriksaan serviks
i.
Kavum douglas menonjol dan nyeri
j.
Mungkin tersa tumor di samping uterus
k.
Pada hematokel tumor dan uterus sulit dibedakan.
l.
Pemeriksaan ginekologis: seviks teraba lunak, nyeri tekan, nyeri pada
uteris kanan dan kiri
i.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan
air seni dapat dilakukan untuk mengetahui kehamilan seseorang, sedangkan untuk
mengetahui kehamilan ektopik seorang dokter dapat melakukan:
7.
Laboratorium
a.
Hematokrit
Tergantung
pada populasi dan derajat perdarahan abdominal yang terjadi.
b.
·Sel darah putih
Sangat
bervariasi dan tak jarang terlihat adanya leukositosis. Leoukosite 15.000/mm3.
Laju endap darah meningkat.
c.
·Tes kehamilan
Pada
kehamilan ektopik hampir 100% menunjukkan pemeriksaan β-hCG positif. Pada
kehamilan intrauterin, peningkatan kadar β-hCG meningkat 2 kali lipat setiap
dua hari, 2/3 kasus kehamilan ektopik menunjukkan adanya peningkatan titer
serial hCG yang abnormal, dan 1/3 sisanya menunjukkan adanya peningkatan titer
hCG yang normal. Kadar hormon yang rendah
menunjukkan adanya suatu masalah seperti kehamilan ektopik.
d.
Pemeriksaan
Penunjang/Khusus
Setelah 24 jam dan jumlah sel darah merah dapat
meningkat.
e.
Pemeriksaan ultrosonografi (USG).
Pemeriksaan ini dapat menggambarkan isi dari rahim
seorang wanita. Pemeriksaan USG dapat melihat dimana lokasi kehamilan seseorang,
baik di rahim, saluran tuba, indung telur, maupun di tempat lain.
USG : – Tidak
ada kantung kehamilan dalam kavum uteri
- Adanya kantung kehamilan di luar kavum uteri
- Adanya massa komplek di rongga panggul
f. Laparoskopi
peranan untuk menegakkan diagnosa kehamilan ektopik
sudah diganti oleh USG
g.
Laparotomi
Harus
dilakukan pada kasus kehamilan ektopik terganggu dengan gangguan hemostasis
(tindakan diagnostik dan definitif).
h.
Kuldosintesis
Memasukkan
jarum kedalam cavum Douglassi transvaginal untuk menentukan ada atau tidak
adanya darah dalam cavum Douclassi. Tindakan ini tak perlu dikerjakan bila
diagnosa adanya perdarahan intraabdominal sudah dapat ditegakkan dengan cara
pemeriksaan lain. Diagnosis pasti hanya ditegakkan dengan laparotomi.
B. Diagnosis Keperawatan
Kemungkinan
diagnosis keperawatan yang muncul adalah sebagai berikut:
1.
Ketidakseimbangan volume cairan berhubungan dengan ruptur pada lokasi
implantasi sebagai efek tindakan pembedahan.
2.
Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan komponen
seluler yang di perlukan untuk pengiriman nutrient ke sel.
3.
Nyeri berhubungan dengan ruptur
tuba falopi, pendarahan intraperitonial.
4.
Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurang pemahaman atau tidak
mengenal sumber-sumber informasi.
C. Intervensi keperawatan
a.
Diagnosis 1: Ketidakseimbangan volume cairan berhubungan dengan ruptur pada lokasi
implantasi sebagai efek tindakan pembedahan.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan
keperawatan dalam 1 x 24 jam klien ibu menunjukan kestabilan/ perbaikan keseimbangn
cairan.
Kriteria
hasil :
a.
tanda-tanda vital yang stabil :
Kesadaran :
composmentis
TD : 120/80 mmHg
Suhu : 36,5 ºC
Nadi : 60-100 x/menit
RR : 16- 24 x/menit
b.
pengisian kapiler cepat kurang dari 2 detik
c.
serta frekuensi berat jenis urine adekuat sekitar 1.003-1.030 gr/ml.
d.
intake cairan 30-35 ml/kg/hari
e.
output cairan 0,5-1 ml/kgbb/hari
No
|
Rencana Inervensi
|
Rasional
|
1
|
Lakukan pendekatan kepada pasien dan keluarga.
|
Pasien dan keluarga lebih kooperatif
|
2
|
Memberikan penjelasan mengenai kondisi pasien saat ini
|
pasien mengerti tentang keadaan dirinya dan lebih kooperatif terhadap
tindakan.
|
3
|
Observasi TTV dan observasi tanda akut abdoment.
|
parameter deteksi dini adanya komplikasi yang terjadi.
|
4
|
Pantau input dan output cairan
|
Untuk mengetahui kesaimbangan cairan dalam tubuh
|
5
|
Pemeriksa kadar Hb
|
mengetahui kadar Hb klien sehubungan dengan perdarahan.
|
6
|
Lakukan kolaborasi dengan tim medis untuk penanganan lebih lanjut.
|
melaksanakan fungsi independent.
|
b.
Diagnosia 2: Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
penurunan komponen seluler yang di perlukan untuk pengiriman nutrient ke sel.
Tujuan
: Setelah dilakukan asuhan keperawatan dalam 3 x 24 jam klien menunjukan
perfusi jaringan yang adekuat
Criteria
hasil :
a.
Tanda-tanda vital stabil :
Kesadaran : composmentis
TD : 120/80 mmHg
Suhu : 36,5 ºC
Nadi : 60-100 x/menit
RR : 16- 24 x/menit
b.
membrane mukosa warna merah muda,
c.
pengisian kapiler baik kurang dari 2 detik
d.
haluaran urine adekuat antara intake dan output seimbang
e.
wajah tidak pucat
No
|
Tindakan intervensi
|
rasional
|
1
|
Awasi tanda vital, kaji pengisian kapiler, warna kulit/membrane
mukosa, dasar kuku.
|
Memberikan informasi tentang derajat/adekuat perfusi jaringan dan
membantu menentukan kebutuhan intervensi.
|
2
|
Catat keluhan rasa dingin, pertahankan suhu lingkungan dan tubuh
hangat sesuai indikasi.
|
Vasokonstriksi menurunkan sirkulasi perifer. Kenyamanan pasien/
kebutuhan rasa hangat harus seimbang dengan kebutuhan untuk menghindari panas
berlebihan.
|
3
|
Kolaborasi dengan tim medis yang lain, awasi pemeriksaan lab:
misalnya: HB/HT
|
Mengidentifikasi defisiensi dan kebuutuhan pengobatan atau terhadap
terapi.
|
c.
Diagnosis 3: Nyeri berhubungan dengan ruptur tuba falopi, pendarahan
intraperitonial.
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan dam 1
x 24 jam klien dapat mengaplikasikan teknik relaksasi
Kriteria
hasil: a. ibu dapat mendemonstrasikan
teknik relaksasi
b. tanda-tanda vital dalam batas normal :
Kesadaran :
composmentis
TD : 120/80 mmHg
Suhu : 36,5 ºC
Nadi : 60-100 x/menit
RR
: 16- 24 x/menit
c. ibu tidak meringis atau menunjukan raut muka yang kesakitan.
no
|
Rencana Intervensi
|
Rasional
|
|
Mandiri:
|
|
1
|
Tentukan sifat, lokasi dan durasi nyeri. Kaji kontraksi uterus
hemoragi ataunyeri tekan abdomen.
|
Membantu dalam mendiagnosis dan menentukan tindakan yang akan dilakukan.
Ketidak nyamanan dihubungkan dengan aborsi spontan dan molahidatiosa karena
kontraksi uterus yang mungkin diperberat oleh infuse oksitosin. Rupture
kehamilan ektropik mengakibatkan nyeri hebat, karena hemoragi tersembunyi
saat tuba falopi rupture ke dalam abdomen.
|
2
|
Kaji steres psikologi ibu/pasangan dan respons emosional terhadap
kejadian.
|
Ansietas terhadap situasi darurat dapat memperberat ketidak nyamanan
karena syndrome ketegangan, ketakutan, dan nyeri..
|
3
|
Berikan lingkungan yang tenang dan aktivitas untuk menurunkan rasa
nyeri. Instruksikan klien untuk menggunakan metode relaksasi, misalnya: napas
dalam, visualisasi distraksi, dan jelaskan prosedur.
|
Dapat membantu dalam menurunkan tingkat asietas dan karenanya
mereduksi ketidaknyamanan.
|
|
Kolaborasi:
|
|
1
|
Berikannarkotik atau sedative berikut obat-obat praoperatif bila
prosedur pembedahan diindikasikan.
|
Meningkatkan kenyamanan, menurunkan komplikasi pembedahan
|
5
|
Siapkan untuk prosedur bedah bila terdapat indikasi
|
Tingkatkan terhadap penyimpangan dasar akan menghilangkan nyeri.
|
d.
Diagnosis 4: Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurang pemahaman
atau tidak mengenal sumber-sumber informasi.
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan dalam 2 x
24 jam ibu mampu berpartisipasi dalam
proses belajar,
Kriteria
Hasil : a. Klien mampu mengungkapkan dalam istilah
sederhana
b. Klien
mengetahui dan mengerti mengenai patofisiologi dan implikasi klinis.
No
|
Rencana Intervensi
|
Rasional
|
1
|
Menjelaskan tindakan dan rasional yang ditentukan untuk kondisi
hemoragia.
|
Memberikan informasi, menjelaskan kesalahan konsep pikiran ibu
mengenai prosedur yang akan dilakukan, dan menurunkan sters yang berhubungan
dengan prosedur yang diberikan.
|
2
|
Berikan kesempatan bagi ibu untuk mengaji\ukan pertanyaan dan
mengungkapkan kesalah konsep
|
Memberikan klisifikasi dari konsep yang salah, identifikasi
masala-masalah dan kesempatan untuk memulai mengembangkan ketrampilan
penyesuaian (koping)
|
3
|
Diskusikan kemungkinan implikasi jangka ependek pada ibu/janin dari
kedaan pendarahan.
|
Memberikan informasi tentang kemungkinan komplikasi dan meningkatkan
harapan realita dan kerja sama dengan aturan tindakan.
|
4
|
Tinjau ulang implikasi jangka panjang terhadap situasi yang memerlukan
evaluasi dan tindakan tambahan.
|
Ibu dengan kehamilan ektropik dapat memahami kesulitan mempertahankan
setelah pengangkatan tuba/ovarium yang sakit.
|
D. Implementasi
Tanggal : 07 oktober 2012
Jam : 05.00 WIB
Dx : Devisit volume cairan yang
berhubungan dengan ruptur pada lokasi implantasi sebagai efek tindakan
pembedahan.
05.00 WIB
|
Melakukan pendekatan kepada pasien dan keluarga dengan cara
memperkenalkan diri terlebih dahulu lalu menanyakan apa yang di keluhkan ibu
saat ini agar pasien dan keluarga lebih kooperatif.
|
05.05 WIB
|
Memberikan
penjelasan mengenai kondisi pasien saat ini agar pasien mengerti tentang
keadaan dirinya dan lebih kooperatif terhadap tindakan.
|
05.10 WIB
|
Melakukan
observasi TTV sebagai parameter deteksi dini adanya komplikasi yang terjadi
dengan hasil :
KU : cukup
Kesadaran : composmentis
TD : 100/70 mmHg
Suhu : 36,4 ºC
Nadi : 88x/menit
RR : 22x/menit
Melakukan
observasi tanda akut abdoment seperti : perut kembung, nyeri tekan abdoment,
nyeri tekan adneksa kanan dan adneksa kiri.
|
05.30 WIB
|
Memantau
input yaitu infus RL 21 tetes/menit dan output yaitu DC 100cc untuk Untuk
mengetahui kesaimbangan cairan dalam tubuh
|
05.35 WIB
|
Melakukan
pemeriksaan kadar Hb Serial, untuk mengetahui kadar Hb klien sehubungan
dengan perdarahan
|
05.45 WIB
|
Melakukan
kolaborasi dengan tim medis yaitu dilakukan operasi untuk penanganan lebih
lanjut dan sebagai fungsi independent.
|
E.
Evaluasi
Hari/
tgl : Minggu, 07 oktober 2012
Jam : 07.00 WIB
Tempat :
RSUD Gambiran
S
|
Ibu mengatakan nyeri pada luka bekas operasi dan
badan terasa panas.
|
O
|
Keadaan umum
: Cukup
Kesadaran : Composmetis
TTV : TD : 100 / 70
mmHg
N : 96x /menit
RR :
22x / menit
S : 38,7oC
|
A
|
Masalah teratasi sebagian
|
P
|
- Observasi TTV
- Pantau input dan output cairan
- Observasi perdarahan
- Terapi : – obat-obat anti nyeri
- Methrotexate
|
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Adapun
kesimpulan yang dapat ditarik dari makalah ini adalah sebagai berikut:
Kehamilan Ektopik Terganggu adalah suatu
kehamilan ektopik yang mengalami abortus ruptur pada dinding tuba.
Etiologi
kehamilan ektopik terganggu telah banyak diselidiki, tetapi sebagian besar
penyebabnya tidak diketahui. Trijatmo Rachimhadhi dalam bukunya menjelaskan
beberapa faktor yang berhubungan dengan penyebab kehamilan ektopik terganggu,
yaitu:
o Faktor mekanis
o Faktor fungsional
Peningkatan
daya penerimaan mukosa tuba terhadap ovum yang dibuahi. Hal lain seperti;
riwayat KET dan riwayat abortus induksi sebelumnya. Kalangan usia yang rentan
terhadap Kehamilan Ektopik Terganggu adalah antara 20-40 tahun dengan umur
rata-rata 30 tahun.
3.2 Saran
Banyak hambatan yang penulis dapatkan dalam pembuatan makalah ini akibat
keterbatasan ilmu dan pengalaman penulis. Oleh karena itu penulis menyarankan
agar kegiatan seperti ini agar kiranya dapat slalu dilakukan untuk menambah
ilmu dan pengetahuan serta sebagai bahan aplikasi jika kelak mengambil profesi
dan terjun dimasyarakat luas.
DAFTAR ISI
Marillyn,
doengoes. 2009. Rencana Asuhan
Keperawatan. Jakarta : EGC
Prawirohardjo S, Hanifa W.2005. Gangguan
Bersangkutan dengan Konsepsi. Dalam: Ilmu Kandungan, edisi II. Jakarta :
Yayasan Bina Pustaka
Mansjoer Arif, dkk. 2001. Kapita
Selekta Kedokteran. Edisi III, Jilid I. Jakarta : Media Aesculapius FKUI
Yulianingsih, Maryunanni, Anik. 2009. Asuhan Kegawa tdaruratan Dalam Kebidanan. Jakarta : Trans Info
Media
Yuliaikhah, Lily S.Si. T. 2009. Seri
Asuhan Kebidanan Kehamilan. Jakarta : EGC